slot gacor slot gacor terbaru slot gacor 2025 alexa slot alexa99
Home » Blog » May Day Belum untuk Pekerja Rumah Tangga
Posted in

May Day Belum untuk Pekerja Rumah Tangga

May Day Belum untuk Pekerja Rumah Tangga

May Day Belum untuk Pekerja Rumah Tangga – Formalisasi PRT sangat urgen layaknya pekerja yang dilindungi oleh UU Ketenagakerjaan.

Tiap 1 mei diperingati selaku Hari Pegawai Global( May Day). Suatu momentum memiliki untuk pegawai menyuarakan aspirasinya. Untuk pekerja rumah tangga( PRT) di Indonesia, May Day terasa semacam tahun- tahun lebih dahulu tidak terdapat yang eksklusif karena kodrat PRT seolah sedang tidak dipedulikan. Tahun 2025 RUU PRT lagi – lagi masuk dalam Prolegnas Prioritas. Bukan lagi berita memerangahkan, karena telah 21 tahun RUU PRT sering bolak balik masuk Prolegnas gali77, namun tidak menyambangi disahkan.

Apakah memanglah sesungguhnya kita tidak membutuhkan PRT lagi? Bukankah kita dapat aman bertugas ataupun hening meninggalkan rumah buat beraktifitas, kala seluruh hal dalam negeri rumah tangga kita teratasi. Kala kanak- kanak serta para orang lanjut usia dengan seluruh kebutuhannya kita titipkan di rumah bersama PRT, kita merasa lapang. Hingga PRT- lah yang nyaris segenap mengurus keinginan dalam negeri mereka mulai pembelajaran, kesehatan, sampai kegiatan sosial mereka. Apalagi, bisa jadi durasi kanak- kanak serta lanjut usia kita jauh lebih banyak bersama dengan PRT dari dengan kita yang padat jadwal bertugas.

Soekarno, Ayah Penggagas Bangsa, saja amat meluhurkan posisi PRT. Sarinah, yang jadi penjaga Soekarno dikala kecil, dijadikan selaku insiprasi serta ikon untuk wanita Indonesia. Pada 1 Mei 1963, Soekarno melaporkan,” PRT merupakan Bahadur tanpa ciri Pelayanan. Mereka berjasa dalam mengurus keluarga serta warga. Kita wajib menghormati serta mengupayakan hak- hak para PRT”.

Posisi lemah

PRT yang dahulu sering dipanggil selaku” pembantu” ataupun” asisten rumah tangga” memanglah senantiasa terletak di posisi yang lemas. Pola kegiatan PRT yang tertutup serta tidak terjangkau warga biasa membuat hak- haknya selaku pekerja gampang sekali terlanggar. Bobot kegiatan PRT jadi tidak terukur, jam kegiatan jadi tanpa batasan, imbalan yang kecil, agunan proteksi sosial yang terbengkalai, apalagi PRT kerap hadapi pelecehan serta kekerasan.

Jaring PRT( Jaringan Nasional Pembelaan Pekerja Rumah Tangga) menulis, semenjak 2021 sampai Februari 2024 ada 3. 308 permasalahan kekerasan( bagus kejiwaan, raga ataupun ekonomi) yang dirasakan oleh PRT. Banyak PRT tidak menyambut imbalan sepanjang 2 sampai 11 bulan, dipotong upahnya apalagi dihentikan oleh tuan sebab sakit serta tidak bisa bertugas. Tidak terdapat ekskalasi imbalan meski telah bertugas bertahun- tahun. Tidak terdapat pesangon bila di hentikan.

Pada dikala sakit juga, PRT tidak bisa mengklaim agunan kesehatan. Di ranah penguatan hukum permasalahan kekerasan kepada PRT cuma 15 persen pelakon yang menemukan ganjaran setimpal, selebihnya pelakon dijerat dengan ganjaran yang enteng apalagi melenggang leluasa dari jeratan hukum.

Para PRT memanglah terletak dalam situasi problematis. Tekanan ekonomi ialah alibi kokoh seorang terdesak jadi PRT. Minimnya kemampuan sebab akses pembelajaran serta penataran pembibitan menghasilkan mereka tidak sanggup bersaing buat bertugas di zona resmi. Di bagian lain, banyak keluarga yang sanggup dengan cara keuangan menawarkan profesi buat jadi PRT di rumahnya. Repotnya menanggung bobot profesi dalam negeri ditambah bayaran yang terjangkau menghasilkan alternatif buat menggunakan pelayanan PRT.

Dengan cara historis, PRT memanglah jadi bagian dari adat- istiadat adat Indonesia. PRT jadi asal usul dini mula aplikasi perdagangan budak di era ke- 19. Pada 1812, para budak diperlakukan selaku pembantu cocok hukum Belanda yang menaruh orang Alam Putera selaku masyarakat kategori ketiga. Pada era kebebasan, warga kategori menengah memakai kedatangan pembantu yang berawal dari perkampungan buat menuntaskan profesi dalam negeri mereka. Situasi ini lalu bersinambung sampai dikala ini sebab warga sudah terbiasa dengan terdapatnya PRT.

Pemikiran warga lalu tertancap kalau peran PRT tidak serupa dengan pekerja yang lain. Semenjak dini PRT ditatap selaku pekerja agresif yang tidak mempunyai keterampilan spesial. Siapa juga dapat jadi PRT. Pemikiran ini timbul karena PRT berlatar pembelajaran kecil yang tidak membutuhkan kompetensi khusus. Akhirnya, mereka tidak memiliki bargaining position dalam mengalami tuan serta cuma dapat pasrah menyambut seluruh yang jadi determinasi kegiatan.

Proteksi PRT

Sampai dikala ini, PRT belum mempunyai proteksi hukum yang mencukupi. Memanglah telah terdapat Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2015 mengenai Proteksi PRT. Tetapi, kebijakan itu lebih mengarah pada badan Pengatur PRT serta belum sanggup mencegah PRT. Permenaker Nomor 2 atau 2015 jauh dari apa yang diatur dalam Kesepakatan ILO Nomor. 189 mengenai Profesi yang Pantas untuk PRT. Permenaker Nomor 2 atau 2015 tidak menata jam kegiatan, imbalan minimal, agunan kesehatan serta ketenagakerjaan, hak terkumpul serta berekanan, serta metode penanganan bentrokan.

Permenaker Nomor 2 atau 2015 sedang meminta akad kegiatan bisa dengan cara perkataan yang pastinya menghasilkan ikatan hukum yang lemas. UU Nomor 13 atau 2003 mengenai Ketenagakerjaan pula belum memasukkan PRT selaku jangkauan proteksi ketenagakerjaan sebab arti ikatan kegiatan pada UU Ketenagakerjaan belum mempersamakan tuan( donatur kegiatan PRT) dengan sebutan wiraswasta dalam kondisi donatur kegiatan.

Terbitnya UU PRT jadi impian besar buat menghasilkan kedekatan ketenagakerjaan PRT yang lebih berkeadilan. UU PRT jadi perwujudan buat memformalisasi peran PRT. Kita dapat bercermin gimana Afrika Selatan serta Singapore yang sukses memformalisasikan PRT dengan bentuk kontrak kegiatan serta agunan proteksi sosial yang nyata.

Formalisasi PRT amat urgen jadi pintu gapura proteksi seperti pekerja yang dilindungi oleh UU Ketenagakerjaan, semacam pengaturan ruang lingkup profesi, jam kegiatan yang masuk akal, imbalan minimal, kelepasan, proteksi kepada pemanfaatan serta kekerasan, dan penanganan bentrokan yang fair.

Formalisasi bawa PRT buat memperoleh akses agunan sosial( ketenagakerjaan serta kesehatan) alhasil diharapkan derajat hidup mereka lebih aman. UU PRT diharapkan pula sanggup menjamin keamanan kegiatan PRT dengan mengharuskan terdapatnya kontrak kegiatan tercatat yang nyata antara tuan dengan PRT. Pada kesimpulannya, UU PRT wajib bawa angka Pancasila, ialah lebih berkemanusiaan yang seimbang serta beradat untuk PRT kita. Mudah- mudahan.

Tiap bertepatan pada 1 Mei, bumi memeringati Hari Pegawai Global ataupun May Day selaku momentum peperangan hak- hak pekerja. Ribuan pegawai turun ke jalur menyuarakan desakan mereka: ekskalasi imbalan, agunan sosial, serta proteksi kegiatan. Tetapi, di balik hiruk- pikuk gempita peringatan itu, terdapat satu golongan pekerja yang senantiasa bebas dari sorotan—para pekerja rumah tangga( PRT).

Mereka bertugas dalam ruang eksklusif, tersembunyi dari pengawasan khalayak, tanpa kontrak kegiatan yang legal, tanpa jam kegiatan yang tentu, serta kerap kali tanpa proteksi hukum. PRT jadi pegawai yang sangat dekat dengan kehidupan warga, tetapi sangat jauh dari agunan proteksi.

Kenyataan Getir di Balik Profesi Domestik

Bagi informasi Jaring PRT( Jaringan Pembelaan Nasional Pekerja Rumah Tangga), diperkirakan ada lebih dari 4, 2 juta pekerja rumah tangga di Indonesia. Dari jumlah itu, kebanyakan merupakan wanita serta apalagi sedang banyak yang berumur di dasar 18 tahun. Sayangnya, sampai saat ini belum terdapat satu juga hukum yang dengan cara spesial menata serta mencegah hak- hak mereka.

Aku telah bertugas 11 tahun selaku PRT, tetapi tidak sempat memiliki kontrak kegiatan. Jika sakit, aku tidak digaji. Jika menyudahi, aku tidak bisa pesangon,” tutur Siti( bukan julukan sesungguhnya), seseorang PRT di Jakarta Selatan.

Permasalahan yang dialami para PRT tidak cuma berhubungan dengan absennya kontrak kegiatan. Mereka pula sering hadapi kekerasan lisan, raga, apalagi intim. Kasus- kasus semacam penganiayaan oleh tuan, pendapatan tidak dibayar, sampai dikurung bertahun- tahun sedang lalu terjalin. Tetapi, sebab profesi mereka terletak di ruang dalam negeri, pengawasan jadi amat susah.

UU PPRT: Impian yang Tidak Menyambangi Jadi Kenyataan

Salah satu desakan penting yang digaungkan pada May Day 2025 merupakan pengesahan Konsep Hukum Proteksi Pekerja Rumah Tangga( RUU PPRT). RUU ini sudah diajukan ke DPR semenjak tahun 2004 serta masuk dalam Prolegnas prioritas sebagian kali, tetapi sampai saat ini belum pula disahkan.

Ini merupakan wujud pengabaian negeri kepada jutaan pekerja yang sudah membagikan partisipasi besar untuk perekonomian rumah tangga,” ucap Lita Anggraini, Ketua Nasional Jaring PRT.“ Tanpa proteksi hukum, PRT senantiasa terletak dalam posisi yang amat rentan.”

RUU PPRT muat beberapa nilai berarti semacam: hak atas akad kegiatan tercatat, batasan jam kegiatan, hak atas hari prei, proteksi dari kekerasan, dan agunan sosial. RUU ini pula mendesak terdapatnya pengawasan dari penguasa serta pembuatan badan perantaraan buat menanggulangi bentrokan antara PRT serta donatur kegiatan.

Tetapi, cara pengesahannya tertahan oleh bermacam alibi, mulai dari minimnya keinginan politik sampai asumsi kalau profesi rumah tangga bukan profesi resmi yang butuh diatur oleh hukum.

May Day yang Tidak Menyentuh

Tiap tahun, pegawai dari bermacam zona pabrik turun ke jalur dalam peringatan May Day. Tetapi, kedatangan PRT dalam kelakuan itu sedang amat sedikit. Bukan sebab mereka tidak mau berasosiasi, namun sebab bermacam halangan.

Banyak dari kita tidak dapat kelepasan, tidak bisa pergi rumah, ataupun tidak ketahui wajib berasosiasi ke mana,” tutur Maria, seseorang PRT asal Nusa Tenggara Timur yang bertugas di Depok.“ Kita tidak memiliki sindikat yang kokoh semacam pegawai pabrik.”

Organisasi- organisasi semacam Jaring PRT serta Komnas Wanita lalu berusaha mendesak penguatan kapasitas PRT buat berekanan serta berbicara. Tetapi, stigma kepada profesi dalam negeri sedang jadi tembok besar yang susah ditembus. Di mata banyak orang, PRT tidaklah pegawai yang sebanding dengan pekerja pabrik ataupun kantor.

Negeri Wajib Hadir

Salah satu prinsip penting dalam kesamarataan ketenagakerjaan merupakan perlakuan yang sebanding untuk seluruh pekerja, tanpa memandang tipe profesi mereka. Dalam kondisi ini, negeri mempunyai peranan konstitusional buat mencegah semua warganya yang bertugas, tercantum PRT.

Komisi Nasional Anti Kekerasan kepada Wanita( Komnas Wanita) menulis kalau sepanjang 5 tahun terakhir, permasalahan kekerasan kepada PRT mendiami posisi paling tinggi dalam informasi kekerasan berplatform kelamin. Ini merupakan sirine keras yang membuktikan kalau tanpa regulasi yang mencukupi, PRT hendak lalu jadi korban.

Kita melantamkan pada DPR RI serta penguasa buat lekas mengesahkan RUU PPRT. Ini bukan cuma pertanyaan proteksi pegawai, namun pertanyaan manusiawi,” jelas Andy Yentriyani, Pimpinan Komnas Wanita.

Momentum yang Wajib Dimanfaatkan

May Day 2025 sepatutnya jadi momentum buat memantulkan balik arti kebersamaan pegawai. Kebersamaan yang asli tidak cuma terjalin di pabrik ataupun kantor, namun pula wajib melingkupi pekerja yang sepanjang ini terpinggirkan.

Kebersamaan dampingi kategori pekerja wajib dibentuk melewati batas zona. Serikat- serikat pegawai besar butuh menyuarakan rumor PRT dalam skedul peperangan mereka. Penguasa pula wajib menggabungkan PRT dalam sistem proteksi ketenagakerjaan nasional, tercantum BPJS Ketenagakerjaan serta Kesehatan.

Di tengah titik berat ekonomi yang terus menjadi berat, profesi rumah tangga jadi juru selamat ekonomi untuk banyak keluarga. Tetapi, partisipasi itu belum dibarengi dengan agunan hak yang pantas. Telah waktunya negeri tidak lagi menutup mata kepada situasi ini.

Penutup

May Day belum betul- betul jadi hari pegawai buat seluruh. Sepanjang PRT sedang diperlakukan selaku“ dorongan” serta bukan pekerja, sepanjang mereka sedang tanpa parasut hukum, hingga peperangan pegawai Indonesia belumlah berakhir.

Hari Pegawai Global sepatutnya jadi kepunyaan seluruh pekerja—termasuk mereka yang membersihkan lantai rumah kita, membersihkan busana kita, serta melindungi kanak- kanak kita dikala kita bertugas. Mereka pula berkuasa atas proteksi, apresiasi, serta pengakuan. Hingga perihal itu berhasil, May Day sedang mencadangkan profesi rumah yang besar.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *