Instagram, dengan segala kemudahan dan pesonanya, telah menjadi ruang interaksi sosial yang begitu luas. Namun, di balik layar ponsel, tersembunyi ancaman yang kerap tak disadari: penipuan digital. Ribuan orang di Indonesia dan dunia telah menjadi korban penipuan di Instagram, menanggung kerugian finansial, kehilangan reputasi, dan yang sering terabaikan—luka psikologis yang dalam dan memengaruhi kualitas hidup mereka. Artikel ini membedah dampak psikologis dari penipuan di Instagram, mengaitkannya dengan teori psikologi, studi kasus, serta strategi pemulihan berbasis bukti.
Mengapa Penipuan di Instagram Begitu Menghantam Psikologis?
Penipuan di Instagram tidak hanya soal kehilangan uang atau data. Dampak psikologisnya jauh lebih luas. Scammer memanfaatkan psikologi manusia—rasa percaya, harapan, bahkan kesepian—untuk menjerat korban. Mereka menciptakan ilusi keakraban, membangun narasi emosional, dan menekan korban dengan rasa urgensi atau ancaman. Ketika korban akhirnya sadar telah tertipu, efek emosional yang ditinggalkan bisa sangat menghancurkan.
Menurut Dr. Firdaus Abdul Ghani, pakar psikiatri, trauma akibat penipuan digital dapat memicu gangguan psikologis seperti insomnia, kecemasan, depresi, hingga kesulitan mempercayai orang lain. Bahkan, korban bisa mengalami penurunan kepercayaan diri dan menarik diri dari lingkungan sosial.
Tahapan dan Ragam Dampak Psikologis
1. Rasa Malu, Bersalah, dan Penyesalan
Banyak korban penipuan di Instagram merasa malu karena telah tertipu, apalagi jika penipuan itu melibatkan pencurian identitas atau catfishing. Studi kasus pada korban deepfake di Instagram menunjukkan, perasaan malu dan terganggu menjadi dampak paling signifikan, bahkan membuat korban enggan bercerita atau meminta bantuan. Mereka cenderung menyalahkan diri sendiri, merasa bodoh, dan menyesal telah mempercayai orang asing di dunia maya.
“Saya merasa sangat malu ketika tahu teman saya tertipu oleh pelaku yang menyamar sebagai saya di Instagram,” ungkap Sarah, korban pencurian identitas digital.
2. Stres, Kecemasan, dan Gangguan Tidur
Tekanan psikologis setelah menjadi korban penipuan dapat memicu stres berat, kecemasan berlebihan, hingga gangguan tidur. Rasa takut akan kerugian lebih lanjut, kekhawatiran data pribadi disalahgunakan, dan bayang-bayang ancaman dari scammer membuat korban sulit tenang. Bahkan, korban bisa mengalami serangan panik atau gejala psikosomatis.
Penelitian Feedzai (2024) menemukan, korban scam kerap merasakan kecemasan yang menetap, bahkan setelah masalah finansial selesai. “Bicara tentang pengalaman ini saja, saya merasa jantung berdebar,” ujar Patricia, korban scam internasional.
3. Kehilangan Kepercayaan Diri dan Isolasi Sosial
Penipuan di Instagram seringkali membuat korban kehilangan kepercayaan diri. Mereka merasa gagal menjaga diri, ragu mengambil keputusan, dan enggan membagikan pengalaman karena takut dihakimi. Akibatnya, korban menarik diri dari pergaulan, membatasi interaksi di media sosial, bahkan di dunia nyata.
Studi psikologi menunjukkan, korban scam cenderung menggeneralisasi pengalaman buruknya—menganggap semua orang berpotensi menipu, atau merasa tidak layak dipercaya lagi. Proses ini disebut “post-scam induction”, di mana otak membangun pola pikir defensif untuk menghindari risiko, namun justru memperparah isolasi dan kesepian.
4. Depresi dan Trauma Jangka Panjang
Pada kasus yang berat, korban penipuan digital bisa mengalami depresi klinis. Gejala seperti kehilangan minat, putus asa, perubahan pola makan, hingga pikiran untuk menyakiti diri sendiri dapat muncul. Trauma ini bisa berlangsung lama, apalagi jika korban tidak mendapat dukungan atau bantuan profesional.
Penelitian juga menunjukkan, korban sering mengalami “emotional distortion”—mereka menarik kesimpulan ekstrem seperti “semua orang berbahaya” atau “saya tidak bisa dipercaya lagi”. Pola pikir ini menghambat proses pemulihan dan memperburuk kondisi mental korban.
Faktor yang Memperparah Dampak Psikologis
- Manipulasi Emosi oleh Scammer
Scammer kerap menggunakan teknik manipulasi psikologis: menciptakan rasa urgensi, menebar ancaman, atau membangun hubungan emosional palsu (love scam). Korban yang merasa “dekat” dengan pelaku cenderung lebih terpukul secara emosional saat menyadari kenyataan. - Kesepian dan Kebutuhan Akan Validasi
Banyak korban penipuan di Instagram adalah individu yang merasa kesepian atau mencari pengakuan sosial. Scammer memanfaatkan celah ini untuk membangun ikatan semu, lalu memanipulasi korban. Saat penipuan terungkap, korban merasa kehilangan “hubungan” yang selama ini diandalkan. - Kurangnya Dukungan Sosial
Korban yang tidak mendapat dukungan dari keluarga atau teman cenderung mengalami dampak psikologis lebih berat. Rasa malu dan takut dihakimi membuat mereka menutup diri, sehingga proses pemulihan berjalan lebih lambat.
Studi Kasus: Dampak Psikologis Nyata pada Korban Penipuan Instagram
Kasus penipuan berkedok pinjaman uang di Instagram yang dialami Sarah (nama samaran) menjadi contoh nyata. Setelah identitasnya digunakan pelaku untuk menipu teman-temannya, Sarah merasa malu, terganggu, dan menarik diri dari lingkungan sosial. Ia butuh waktu lama untuk memulihkan kepercayaan diri dan kembali aktif di media sosial.
Penelitian lain menunjukkan, korban love scam di Instagram mengalami trauma mendalam, sulit mempercayai orang baru, dan bahkan menghindari hubungan romantis karena takut terulang pengalaman serupa.
Strategi Pemulihan dan Pencegahan Dampak Psikologis
- Bercerita dan Mencari Dukungan: Korban disarankan untuk berbagi pengalaman dengan orang terdekat atau komunitas korban scam. Dukungan emosional sangat penting untuk mengurangi rasa malu dan isolasi.
- Mengakses Bantuan Profesional: Jika gejala stres, kecemasan, atau depresi berlangsung lama, konsultasi dengan psikolog atau psikiater sangat dianjurkan. Terapi kognitif-perilaku (CBT) terbukti efektif membantu korban mengatasi trauma dan membangun kembali kepercayaan diri.
- Mengedukasi Diri dan Lingkungan: Memahami modus penipuan dan belajar dari pengalaman dapat membantu korban pulih dan mencegah kejadian serupa di masa depan. Edukasi digital juga penting untuk memperkuat literasi dan kewaspadaan masyarakat.
- Membangun Pola Pikir Positif: Korban perlu menyadari bahwa menjadi korban penipuan bukanlah aib atau tanda kelemahan. Mengganti pola pikir “saya bodoh” menjadi “saya sedang belajar” adalah langkah awal pemulihan.
Kesimpulan: Luka Psikologis yang Perlu Diakui dan Disembuhkan
Dampak psikologis dari penipuan di Instagram nyata dan sering kali lebih berat daripada kerugian materi. Rasa malu, stres, depresi, kehilangan kepercayaan diri, hingga isolasi sosial adalah luka yang perlu diakui dan disembuhkan. Pemulihan membutuhkan waktu, dukungan, dan edukasi yang berkelanjutan. Dengan memahami mekanisme psikologis di balik penipuan, korban dapat membangun kembali kepercayaan pada diri sendiri dan lingkungan, serta membantu orang lain agar tidak terjerat jebakan yang sama.
“Induksi pasca-penipuan sering terasa seperti mekanisme pertahanan. Otak Anda mencoba melindungi dari pengkhianatan di masa depan dengan meyakinkan Anda untuk menghindari risiko sama sekali. Namun, pola pikir ini justru memperparah isolasi dan menghambat pemulihan.”
— ScamsNow.com, 2025
Masyarakat, pemerintah, dan platform digital perlu bersinergi memperkuat sistem perlindungan dan edukasi agar luka tak kasat mata akibat penipuan digital tidak semakin meluas.
Leave a Reply