slot gacor slot gacor terbaru slot gacor 2025 alexa slot alexa99
Home » Blog » Jejak Taipan Indonesia di Sepak Bola Eropa
Posted in

Jejak Taipan Indonesia di Sepak Bola Eropa

Jejak Taipan Indonesia di Sepak Bola Eropa

Jejak Taipan Indonesia di Sepak Bola Eropa – Kiprah anak bangsa saat ini sudah sampai masuk ke dalam ruang ketetapan pabrik sepak bola Eropa.

Dalam sebagian tahun terakhir, beberapa wiraswasta Indonesia menyuntik modalnya di klub- klub sepak bola Eropa. Dari Como 1907 yang bertahan di kediaman tengah pada masa perdananya di impian789 Serie A Italia, sampai Tranmere Rovers yang berjuang buat bertahan di golongan keempat Aliansi Inggris.

Lewat pemerolehan serta pemodalan penting, para konglomerat asal Indonesia tidak hanya menguatkan portofolio bidang usaha global, namun pula berkontribusi pada kemajuan klub- klub yang mereka punya.

Kedatangan mereka apalagi tidak cuma menguatkan posisi keuangan klub- klub itu, namun pula jadi pembuktian anak bangsa sanggup berkecimpung, bukan cuma di alun- alun hijau kancah sepak bola Eropa, melainkan pula di ruang- ruang pengumpulan ketetapan sepak bola bumi.

Revitalisasi Como oleh Djarum

5 tahun kemudian, Como 1907 cumalah memo nostalgia untuk para peminat sepak bola Italia. Klub yang sempat mencicipi kerasnya Serie A itu lebih kerap jadi informasi sebab kesusahan keuangan dibanding hasil di alun- alun. Tetapi, lambat- laun, wajah Como mulai bersolek. Di balik pergantian itu, terdapat tangan dingin 2 berkeluarga asal Jawa Tengah, Robert Budi Hartono serta Michael Bambang Hartono.

Semenjak terakhir kali beradu di Serie A pada 2003, jalur jauh klub yang berpangkalan di kota Como, Lombardia, ini penuh belokan. Sehabis terdegradasi ke Serie B, suasana finansial yang memburuk membuat klub terjerembap lebih dalam. Pada 2017, Como sah diklaim ambruk serta turun ke aliansi pemula, Serie D.

Klub mengalami era susah kala permasalahan finansial menimbulkan demosi ke Serie D,” catat manajemen Como dalam web sah mereka.

Tetapi, titik balik muncul pada 2019. Melalui entitas bidang usaha SENT Entertainment Ltd yang berplatform di London, Tim Djarum mengutip ganti kepemilikan klub itu.

Tidak banyak gaduh pemberitaan dikala itu. Tetapi, apa yang dicoba SENT sehabis pemerolehan membuktikan intensitas. Diawali dari membenahi alas finansial, membuat kemitraan dengan daulat kota serta kawan kerja lokal, sampai pemodalan pada prasarana serta pengembangan regu penting.

Tahap ini bukan tanpa resiko. Como dikala itu sedang terletak di luar pencari pertandingan golongan atas Italia. Tetapi, untuk Hartono berkeluarga, kesuksesan tidaklah pertanyaan praktis. Dengan kerangka balik kokoh selaku pelakon pabrik serta owner portofolio luas—dari perbankan sampai teknologi serta media—investor menancapkan prinsip kedepankan kestabilan, bukan kecekatan.

Julukan Dennis Wise, mantan pemeran timnas Inggris serta hikayat Chelsea, ditunjuk selaku CEO. Beliau berasosiasi dengan Michael Gandler, yang lebih dahulu sempat berprofesi di Inter Milan pada masa Erick Thohir.

Di tangan Wise, regu lama- lama bangun. Advertensi ke Serie B berhasil. Pada masa ini, pilar asal usul terkini terpahat dengan kembalinya Como ke Serie A.

Tidak terdapat data sah berapa anggaran yang digelontorkan Tim Djarum. Tetapi, informasi Calcio Finanza pada 2019 mengatakan terdapatnya akumulasi modal sebesar 8 juta lbs sterling selaku bagian dari restrukturisasi dini. Semenjak dikala itu, pemodalan lalu bergulir, tidak cuma dalam wujud duit, namun pula dalam wujud manajemen modern serta visi waktu jauh.

Rekam jejak ini bawa julukan Hartono berkeluarga masuk dalam catatan golongan atas owner klub sepak bola bumi. Forbes menulis, dengan kekayaan tiap- tiap sebesar 23, 8 miliyar dollar AS, mereka jadi owner klub sepak bola paling kaya di Italia—melampaui nama- nama besar semacam Rocco Commisso( Fiorentina), keluarga Saputo( Bologna), serta John Elkann( Juventus).

Untuk Como, alih bentuk yang terjalin sepanjang 5 tahun terakhir merupakan fakta kalau dengan alas yang kuat serta visi waktu jauh, kesuksesan lama dapat dibangkitkan balik. Di atas mimbar stadion mereka yang mengarah bagus ke Telaga Como, para tifosi saat ini bisa berambisi kalau mimpi mereka mencapai scudetto tidak lagi semata- mata angan.

Tangan dingin di Oxford United

Oxford United merupakan regu” yoyo” yang naik- turun di golongan sepak bola Inggris, tanpa sempat sekali juga mencicipi kerasnya Premier League. Pada masa 2024 atau 2025, regu ini sanggup advertensi ke bagian Championship, golongan kedua sehabis Premier League.

Di balik kebangkitan itu, 2 julukan Indonesia terdaftar jadi bagian dari klub, ialah wiraswasta sekalian Pimpinan Biasa PSSI Erick Thohir serta Pimpinan Biasa Kadin Indonesia Anindya Bakrie.

Keduanya sah jadi owner kebanyakan Oxford United semenjak 27 September 2022. Lewat kepemilikan 51 persen saham klub, mereka tidak semata- mata mendanakan, namun bawa antusias terkini buat klub yang berpangkalan di Stadion Kassam, Oxfordshire, itu.

Tidak hanya kedua julukan besar asal Indonesia, klub ini pula dipunyai bersama wiraswasta Thailand, Sumrith Thanakarnjanasuth, serta taipan Vietnam, Horst Geicke. Masuknya owner asal Asia Tenggara ke dalam bentuk Oxford jadi indikator arah terkini pembaharuan, peneguhan, serta perbaikan regu dengan cara berangsur- angsur.

Tidak bingung bila cuma 2 masa berjarak, klub yang sempat berbenam di League One itu saat ini bersiap bersaing melawan tim- tim semacam Leeds United, Sunderland, sampai Watford.

Salah satu wajah belia dari Asia Tenggara juga turut jadi bagian dari narasi ini: Marselino Ferdinan. Gelandang regu nasional Indonesia itu masuk dalam skuad penting Oxford masa ini. Untuk Marselino, ini merupakan tahap besar; untuk Oxford, kedatangan pemeran belia berbakat dari Asia merupakan bagian dari strategi perluasan bukti diri garis besar klub.

Pada medio masa 2024 atau 2025, lini depan Oxford pula memperoleh daya ekstra sehabis mendatangkan striker asal FC Utrecht berkewarganegaraan Indonesia, Ole Romeny, dengan maskawin 2 juta euro. Angka memindahkan ini apalagi membongkar rekor memindahkan regu.

Sampai minggu ke- 35 masa ini, Oxford hinggap di kediaman tengah klasemen Championship. Mereka menulis beberapa kemenangan mencengangkan, tercantum dikala menjatuhkan Norwich City serta menahan timbal Southampton.

Di luar alun- alun, suasana Stadion Kassam juga berganti. Antusiasme bertambah, serta kampanye penjualan klub mulai memegang komunitas Asia di Inggris.

Julukan Erick Thohir bukan terkini di bumi sepak bola Eropa. Pada 2013, beliau bersama Rosan Roeslani serta Handy Soetodjo mengakuisisi Inter Milan dari Massimo Moratti. Beliau apalagi luang berprofesi selaku kepala negara klub raksasa Inter Milan saat sebelum melepas kepemilikan pada 2019.

Saat ini, di tanah Inggris, Erick bawa pengalaman yang serupa. Bersama Anindya Bakrie, yang aktif di zona tenaga serta alat, mereka berupaya meyakinkan kalau sepak bola bukan cuma berolahraga, melainkan pula kebijaksanaan adat serta ekonomi.

Di kota kecil yang hening di Flanders Timur, suatu cerita besar lagi ditulis oleh FCV Dender. Klub yang dulu berkutat di bagian ketiga Aliansi Belgia ini saat ini bersaing di Belgian Membela League, golongan paling tinggi sepak bola negara itu. Di balik alih bentuk ini ada julukan Sihar Sitorus, wiraswasta serta politisi asal Indonesia, yang mengakuisisi klub pada 2018.

FCV Dender, ataupun Football Club Verbroedering Dender Eendracht Hekelgem, berdiri pada 1935. Sehabis hadapi pasang mundur, tercantum demosi ke bagian ketiga, klub ini mulai membuktikan kebangkitan semenjak didapat ganti oleh Sihar. Dengan visi yang nyata serta pemodalan yang pas, Dender sukses advertensi ke Belgian Membela League buat masa 2024 atau 2025, memberhentikan pengharapan jauh sepanjang 16 tahun.

Masa ini, Dender tampak mencengangkan. Dalam 6 minggu awal, mereka menulis 3 kemenangan, 2 hasil timbal, serta satu kegagalan, menaruh mereka di kediaman atas klasemen sedangkan. Kemenangan atas tim- tim kokoh semacam KAA Gent serta KV Kortrijk membuktikan kalau Dender bukan semata- mata regu advertensi lazim.

Salah satu tahap penting Dender merupakan merekrut Ragnar Oratmangoen, pemeran timnas Indonesia berumur 26 tahun. Ragnar, yang lebih dahulu main di sebagian klub Belanda, berasosiasi dengan Dender pada Agustus 2024 dengan kontrak sampai 2026. Kehadirannya diharapkan menaikkan energi memukul regu serta bawa pengalaman global.

Untuk Ragnar, main di Belgia merupakan tantangan terkini.” Aku amat mau main di luar negara. Peluang di Aliansi Belgia merupakan kesempatan baik buat membuktikan diri aku di aliansi yang berlainan,” ucapnya dalam suatu tanya jawab dengan Kompas. com.

Sihar Sitorus bukan julukan asing di bumi sepak bola Indonesia. Tidak hanya sempat berprofesi di PSSI, beliau pula mempunyai sebagian klub di Tanah Air, semacam Area United FC serta Membela Delegasi FC. Kepemilikannya atas FCV Dender membuktikan komitmennya dalam meningkatkan sepak bola, tidak cuma di Indonesia, namun pula di kancah global.

Dengan campuran manajemen yang keras, pemeran berbakat, serta sokongan dari owner yang visioner, FCV Dender saat ini jadi ikon kerja sama antara Indonesia serta Belgia dalam bumi sepak bola. Ekspedisi mereka sedang jauh, tetapi tahap dini yang menjanjikan ini membagikan impian besar untuk era depan klub serta sepak bola Indonesia di kancah global

Konglomerasi alat asal Indonesia di Lecce

Lecce, kota kecil di jantung Puglia, Italia selatan, tiba- tiba lebih bersahabat di kuping khalayak Indonesia. Bukan sebab adikarya arsitektur barok yang menawan, melainkan sebab sepak bolanya. Persisnya, sebab klub kebesarhatian kota itu, Unione Sportiva( US) Lecce, saat ini memiliki sedikit warna Nusantara.

Merupakan Alvin Sariaatmadja, Ketua Penting Emtek Group, yang jadi wujud di balik ketergantungan itu. Pada 2022, Alvin sah jadi pemegang saham minoritas di US Lecce, sehabis membeli 10 persen kepemilikan klub. Keterlibatannya diumumkan berbarengan dengan masuknya penanam modal asal Swiss- Italia, Pascal Picci, mantan Kepala negara Sauber—tim balap Resep 1 yang saat ini diketahui selaku Alfa Romeo Racing.

” Nama- nama terkini itu merupakan Pascal Picci serta Alvin Sariaatmadja, Ketua Penting Emtek, industri alat Indonesia yang pula mendanakan di aspek teknologi serta layanan kesehatan,” catat alat lokal Lecce Prima, melaporkan pergantian bentuk kepemilikan klub.

Tahap Alvin masuk ke bumi sepak bola Italia bukan semata- mata pemodalan. Beliau menaruh Emtek dalam lanskap bidang usaha berolahraga garis besar yang lalu bertumbuh. Emtek lebih dahulu sudah berkecimpung dalam hak siar berolahraga serta saat ini meluaskan kiprah ke klub yang berdiri semenjak 1908 itu.

Masa ini, US Lecce balik wajib berjuang keras di kediaman dasar Serie A. Sampai minggu ke- 35 masa 2024 atau 2025, regu berjuluk” I Lupi Salentini” itu menaiki tingkatan ke- 18 dari 20 partisipan. Alam merah demosi balik membayang- bayangi, cuma terkait pipih dari posisi nyaman yang dihuni Hellas Verona serta Empoli.

Di bagian lain, Como 1907, klub kepunyaan Hartono berkeluarga asal Indonesia, terletak lebih aman di posisi ke- 13. Kontras ini terus menjadi mencuri atensi khalayak Tanah Air yang mulai menjajaki kiprah para wiraswasta Indonesia di kancah sepak bola Eropa.

Walaupun hasil masa ini belum mengilap, Lecce memiliki asal usul yang tidak dapat dikecilkan. Semenjak bertukar julukan jadi US Lecce pada 1927, klub ini diketahui selaku salah satu regu” pengacau” raksasa Serie A. Kandang mereka, Stadion Melalui del Mare, sering jadi cerang batu untuk tim- tim besar. Di masa 2000- an, nama- nama semacam Mirko Vucinic, Valeri Bojinov, serta kiper Antonio Chimenti sempat jadi harapan.

Tetapi, ekspedisi Lecce memanglah tidak senantiasa lembut. Mereka sering turun- naik golongan antara Serie A serta B. Bentuk keuangan yang berjaga- jaga membuat mereka susah bersaing dengan cara modal dengan klub- klub mapan semacam Inter Milan, Juventus, ataupun AS Bulu halus. Walaupun begitu, kehadiran penanam modal semacam Alvin Sariaatmadja berikan secercah impian hendak arah terkini yang lebih modern serta handal.

Masuknya Alvin ke Lecce pula memantulkan gaya terkini di mana pelakon pabrik alat serta teknologi mulai menancapkan modalnya di bumi berolahraga. Di Eropa, kejadian ini telah biasa: dari Amazon yang memegang hak siar Premier League, sampai Netflix yang memproduksi dokumenter klub- klub golongan atas. Di Italia, Emtek serta Alvin jadi salah satu pelopor dari Asia Tenggara.

Tidak sedikit yang berambisi kiprah Alvin bukan cuma simbolis. Bila Lecce sanggup aman dari demosi serta membenarkan sistem pengurusan regu, klub ini dapat jadi ilustrasi gimana penanam modal asing dapat berikan akibat positif untuk ekosistem sepak bola Italia.

Jejak pemodalan RI di golongan ke- 4 Aliansi Inggris

Di tengah hiruk- pikuk sepak bola Inggris, Tranmere Rovers FC, klub berumur lebih dari satu era yang berpangkalan di Birkenhead, Merseyside, tengah berjuang keras buat menjaga eksistensinya di League Two, golongan keempat dalam sistem aliansi sepak bola Inggris.

Masa 2024 atau 2025 jadi tantangan berat untuk klub berjuluk” The Rovers” ini. Dengan posisi dikala ini terletak di tingkatan ke- 22 dari 24 regu, mereka cuma mengakulasi 40 nilai dari 39 perlombaan yang sudah dijalani.

Di balik peperangan di alun- alun ada sokongan dari penanam modal asal Indonesia, Santini Group, yang lewat entitas Walutje Pte Ltd, mempunyai 10 persen saham Tranmere Rovers.

Santini Group, yang dibuat Sofjan Wanandi serta saat ini dipandu oleh angkatan kedua keluarga Wanandi, ialah konglomerasi bidang usaha yang bekerja di bermacam zona, tercantum otomotif, properti, serta perhotelan.

Pemodalan mereka di Tranmere Rovers tidak hingga kepemilikan saham, namun pula melingkupi pengembangan prasarana klub, semacam kenaikan sarana perguruan tinggi serta konektivitas stadion, dan usaha meluaskan capaian pasar klub ke Asia. Dengan kapasitas Stadion Prenton Park yang menggapai 16. 567 pemirsa, Tranmere Rovers mempunyai dasar pendukung yang patuh.

Tetapi, penampilan regu masa ini mengalami tantangan besar, dengan memo 9 kemenangan, 13 hasil timbal, serta 17 kegagalan, dan beda berhasil- 25. Manajemen klub, yang dipandu oleh Mark serta Nicola Palios, lalu berusaha mencari resep terbaik buat mengangkut penampilan regu serta menjauhi demosi ke National League.

Kedatangan Santini Group selaku penanam modal asing di Tranmere Rovers memantulkan gaya kesejagatan dalam kepemilikan klub sepak bola, di mana penanam modal dari sebagian negeri memandang kemampuan bidang usaha serta akibat sosial dari klub- klub sepak bola di Inggris. Untuk Santini Group, pemodalan ini pula jadi bagian dari strategi perluasan garis besar serta penguatan merk di kancah global.

Walaupun tantangan di alun- alun sedang besar, sokongan dari penanam modal semacam Santini Group membagikan impian terkini untuk Tranmere Rovers buat bangun serta balik bersaing di tingkat yang lebih besar dalam sistem aliansi sepak bola Inggris.

Sepanjang sebagian dasawarsa terakhir, bumi sepak bola sudah jadi besi berani pemodalan untuk para taipan garis besar. Klub- klub Eropa, yang mempunyai dasar penggemar padat serta eksposur global besar, sering jadi sasaran para hartawan bumi buat melebarkan kapak bidang usaha ataupun membuat pandangan garis besar. Indonesia juga tidak ingin tertinggal. Sebagian taipan Tanah Air sudah memijakkan kaki mereka di kancah sepak bola Eropa, bawa julukan Indonesia ke pentas sepak bola bumi lewat rute kepemilikan klub.

Dini Mula: Dari Cinta Bola sampai Tekad Bisnis

Keikutsertaan wiraswasta Indonesia dalam sepak bola Eropa bukan semata- mata ikut- ikutan ataupun wujud kegemaran semata. Di balik ketetapan buat membeli klub Eropa, tersembunyi strategi bidang usaha waktu jauh, kebijaksanaan ekonomi, dan perluasan branding. Sepak bola bukan cuma berolahraga; beliau sudah jadi pabrik hiburan garis besar berharga miliaran dolar.

Sebagian julukan besar yang diketahui besar di golongan bidang usaha Indonesia sudah jadi owner ataupun pemegang saham penting dalam klub- klub Eropa. Mereka bawa pendekatan manajemen Asia ke dalam sistem sepak bola Barat, dengan impian dapat mengangkut penampilan regu sekalian mendulang profit dari hak siar, sponsorship, serta pemasaran merchandise garis besar.

Erick Thohir serta Inter Milan

Salah satu ilustrasi sangat populer merupakan Erick Thohir, yang pada tahun 2013 sah mengutip ganti kebanyakan saham Inter Milan, salah satu klub sangat memiliki di Italia. Melalui konsorsiumnya Internazionale Holding S. r. l., Thohir jadi kepala negara non- Italia awal dalam asal usul klub itu.

Tahap ini menghasilkan gebrakan besar, tidak cuma di Italia, namun pula di Indonesia. Julukan Inter Milan terus menjadi bersahabat di kuping peminat sepak bola Tanah Air. Apalagi, ikatan Indonesia–Italia dengan cara diplomatik pula turut meleleh. Walaupun pada kesimpulannya Thohir melepas kepemilikan klub pada 2019 ke industri asal Cina, Suning Holdings Group, jejaknya sudah meyakinkan kalau taipan Indonesia sanggup masuk serta mengatur klub sebesar Inter Milan di panggung Serie A.

Garibaldi Thohir serta Oxford United

Julukan Garibaldi‘ Boy’ Thohir, kakak dari Erick Thohir serta Kepala negara Ketua PT Adaro Energi, pula ikut memeriahkan sepak bola Eropa. Pada tahun 2022, beliau sah jadi owner bersama klub asal Inggris Oxford United yang main di League One( bagian ketiga Aliansi Inggris).

Garibaldi tidak seorang diri. Beliau tercampur dalam asosiasi bersama dengan Anindya Bakrie—pengusaha dari keluarga Bakrie Group. Keduanya menggenggam dekat 51% saham kebanyakan di klub itu. Visi mereka bukan cuma bawa Oxford advertensi ke Championship ataupun apalagi Premier League, melainkan menjadikannya selaku pusat pengembangan kemampuan belia serta menguatkan branding Indonesia dalam denah sepak bola bumi.

Dalam sebagian pernyataannya, Garibaldi menerangkan kalau sepak bola merupakan pabrik era depan yang menjanjikan. Beliau pula berkomitmen buat membuat perguruan tinggi sepak bola, meningkatkan sarana penataran pembibitan, serta menghasilkan koneksi antara Oxford United serta bakat belia Indonesia. Tidak bingung bila tahap ini ditatap selaku bagian dari kebijaksanaan berolahraga yang pintar.

Anindya Bakrie: Sinergi Bidang usaha serta Sepak Bola

Selaku salah satu penerus konglomerasi Bakrie Group, Anindya Bakrie tidak asing dengan pemodalan besar. Bersama Garibaldi Thohir, beliau menerangkan kalau pemodalan mereka di Oxford United bukan semata- mata bidang usaha, namun pula bentuk dari“ soft power” Indonesia dalam ranah berolahraga garis besar.

Bakrie Group sendiri mempunyai asal usul jauh dalam berolahraga. Lebih dahulu, mereka luang jadi owner Brisbane Roar FC di Australia dan ikut serta dalam kepemilikan klub- klub lokal semacam Pelita Berhasil. Saat ini, dengan keterlibatannya di Oxford United, Anindya meluaskan jejaknya di sepak bola Eropa, bawa dan jaringan bidang usaha, pengalaman administratif, serta pasti saja antusias patriotisme.

Tantangan serta Peluang

Walaupun kesempatannya besar, keikutsertaan taipan Indonesia dalam sepak bola Eropa bukan tanpa tantangan. Perbandingan adat bidang usaha, titik berat dari penggemar lokal, sampai tingginya bayaran operasional klub jadi tantangan tertentu. Terlebih, sepak bola Eropa populer keras dalam memperhitungkan kemampuan owner klub. Satu masa kurang baik saja dapat mengganti anggapan khalayak serta menggerus sokongan.

Tetapi di balik tantangan itu, kesempatan pula menganga luas. Dengan populasi penggemar sepak bola yang amat besar di Asia Tenggara, kedatangan owner dari Indonesia bisa membuka pasar terkini buat klub Eropa. Klub semacam Inter Milan serta Oxford United dengan cara tidak langsung memperoleh jutaan pendukung terkini dari Indonesia berkah kepemilikan ini. Itu maksudnya, lebih banyak pemasaran merchandise, kenaikan jumlah pemirsa perlombaan, serta kesempatan patron dari industri asal Asia.

Dampak Domino ke Sepak Bola Nasional

Keikutsertaan taipan Indonesia di sepak bola Eropa pula mempunyai dampak domino kepada sepak bola nasional. Para owner klub itu bisa membuka rute untuk pemeran belia Indonesia buat menemukan peluang belajar ataupun main di luar negara. Tidak hanya itu, pengalaman administratif serta bentuk badan handal klub Eropa dapat diadopsi ke sistem sepak bola nasional.

Oxford United, misalnya, telah mulai melaksanakan kegiatan serupa dengan sebagian perguruan tinggi sepak bola di Indonesia. Ini membuka kesempatan besar untuk re- genarisi pesepak bola Tanah Air serta memesatkan cara internasionalisasi bakat lokal.

Penutup: Tahap Penting ataupun Semata- mata Gengsi?

Apakah keikutsertaan taipan Indonesia di sepak bola Eropa ialah tahap penting waktu jauh ataupun cuma wujud gengsi semata? Durasi yang hendak menanggapi. Tetapi yang nyata, mereka sudah membuka jalur terkini. Dari semata- mata pemirsa sepak bola Eropa, saat ini Indonesia turut jadi pemeran di balik layar.

Lewat pemodalan serta manajemen handal, para taipan Indonesia dapat menghasilkan sepak bola bukan cuma selaku pentas hiburan, tetapi pula instrumen kebijaksanaan adat serta ekonomi yang kokoh. Bila diatur dengan bagus, jejak ini dapat bertumbuh jadi peninggalan waktu jauh yang mengangkut julukan Indonesia di mata dunia—bukan cuma selaku negeri sepak bola yang berangan- angan, tetapi pula selaku pelakon penting dalam industrinya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *