Perang dagang China vs Amerika Serikat – menandai evolusi baru dari Perang Dingin, dengan cip menggantikan rudal dan data menggantikan peluru
Saat sebelum perang bayaran ini, para pakar sudah mengingatkan kalau Cina serta Amerika Sindikat( AS) pada kesimpulannya akan berdekatan. Graham Allison dalam bukunya Destined for War: Can America and Cina Escape Thucydides’ s Trap?( 2017) membahayakan, ketegangan 2 negeri itu dapat selesai dengan perang. Selaku daya terkini, Cina bukan cuma berkembang ekonominya, melainkan gali77 pula akibat politik serta paling utama teknologi yang menantang kekuasaan AS.
Sebutan” Thucydides’ s Trap” didapat dari penjelasan ahli sejarah Yunani kuno, Thucydides, yang melaporkan,” Kala suatu daya terkini bangun serta menantang daya lama yang lagi berdaulat, mungkin perang amat besar.” Ilustrasinya merupakan perang Peloponnesia antara Athena( rising power) serta Sparta( established power). Allison menelaah permasalahan seragam dalam asal usul serta menc ptakan kalau 12 dari 16 selesai dengan perang.
Rancangan Thucydides’ s Trap dapat jadi sangat mempermudah pemicu bentrokan, seakan kebangkitan daya terkini tentu selesai dengan perang. Asal usul tidak dapat dipadatkan jadi hukum tentu semacam itu. Terdapat banyak elastis lain, semacam pandangan hidup, ekonomi, institusi global, serta kepemimpinan.
Buat dikala ini, bayangan perang terbuka kayaknya dapat diabaikan, namun lebih membidik pada Perang Dingin( Cold War) terkini. Kelainannya, perang dingin antara AS serta kawan melawan Uni Soviet pada rentang waktu 1947- 1991 fokus pada daya tentara serta nuklir, dengan perbandingan pandangan hidup yang membelah bumi. Perang dingin saat ini lebih fokus pada teknologi serta kekuasaan ekonomi digital.
Area terkini konflik
Kompetisi teknologi penting jadi inti dari perang dingin terkini ini. Siapa yang memahami ide tiruan( AI ataupun intelek ciptaan), semikonduktor serta cip( chip), prasarana digital serta informasi besar, serta tenaga bersih dikira akan memahami era depan bumi.
Cina mulai membuat kekokohannya di aspek teknologi penting ini sehabis membuka diri ke bumi serta berlatih dari Barat semenjak 1990- an. Pada rentang waktu ini, Cina mengirim banyak ahli ke luar negara, tercantum AS. Tidak cuma menemukan titel sampai tahapan doktoral, Cina dengan cara aktif mendesak mereka jadi pakar, apalagi guru di kampus tujuan selaku bagian dari strategi waktu jauh.
Pada dikala berbarengan, Cina mulai menguatkan badan kampus serta riset dalam negara, paling utama yang terpaut dengan teknologi terkini. Bagi OECD serta Bank Bumi, Cina membagikan lebih dari 2, 5 persen dari PDB- nya buat studi serta pengembangan serta nilai itu lalu naik pada dini 2000- an.
Di satu bagian, pemikat daya kegiatan ekonomis serta pasar yang menjanjikan, pula menarik raksasa pabrik, tercantum teknologi bumi, buat mendanakan di Cina. Serta, kala prasarana studi dan pabrik teknologi di dalam negara terus menjadi matang, Cina memanggil balik akademikus diaspora lewat program” Thousand Talents Plan”.
Mereka diiming- imingi pendapatan besar, anggaran studi besar, serta sarana di universitas serta makmal. Diaspora yang bertahan di negara perantauan juga diberi ruang kerja sama dengan institusi dalam negara.
Sebagian julukan besar balik ke Cina serta bawa akibat besar, di antara lain Shi Yigong, pakar hayati molekuler alumnus Johns Hopkins University yang sempat jadi guru besar di Princeton University. Ia meninggalkan Cina pada tahun 1990 serta balik lagi pada 2008 buat jadi Delegasi Kepala negara Tsinghua University, serta setelah itu mendirikan Westlake University, universitas ilmu serta teknologi terkini yang melahirkan banyak inovasi bioengineering.
Ilustrasi lain merupakan Lu Qi, yang meninggalkan Cina buat riset doktoral di AS pada 1989. Setamat kuliah, ia berkarier di sebagian industri teknologi besar AS, semacam IBM, Yahoo!, sampai Microsoft. Ia balik ke Cina pada 2017, jadi COO Baidu, saat sebelum setelah itu mendirikan Y Combinator Cina( YC Cina) serta MiraclePlus, tipe lokal dari akselerator start- up populer di Silicon Valley.
Terdapat banyak ilustrasi lain akademikus Cina yang balik, yang menghasilkan Cina mulai mendahului AS dalam pengumuman di sebagian aspek ilmu serta metode semenjak 2018. Cina juga jadi negeri dengan pengumuman objektif paling banyak di bumi, paling utama di aspek penting, semacam AI, ilmu material, serta tenaga terbarukan.
Kala ekosistem teknologi itu sedia, Cina mendesak independensi teknologi. Pada tahun 2015, Cina meluncurkan program Made in Cina 2025” dengan sasaran kekuasaan di zona teknologi besar. Semenjak dikala itu, AS mulai cermas.
Pada rentang waktu kedua kekuasaannya, Trump terus menjadi memandang Cina selaku bahaya. Dengan jargon” Make America Great Again”, ia mempraktikkan bayaran besar dengan cara besar, tidak hanya teknologi, pula produk pertanian, pabrik berat, serta benda mengkonsumsi yang jadi pangkal kekurangan perdagangan AS. Terlebih, Trump pula meluaskan proxy pertempuran dengan meresmikan bayaran pada banyak negeri lain.
Perihal ini menimbulkan perusahanan- perusahan besar AS yang berinventasi di luar negara, paling utama di Cina, mulai menarik diri. Jadi, di luar akibat ekonomi yang hendak dialami dengan cara garis besar, pencabutan kegiatan serupa 2 daya ilmu serta teknologi terbanyak dapat beresiko mengganggu ekosistem objektif. Perang dingin teknologi ini dapat mengakibatkan fragmentasi objektif garis besar pada dikala kegiatan serupa serta memindahkan teknologi amat diperlukan buat menanggulangi tantangan besar semacam darurat hawa sampai bahaya endemi terkini.
Perang teknologi antara Cina serta Amerika Sindikat, 2 daya ekonomi terbanyak bumi, sudah jadi poros penting dalam geopolitik era ke- 21. Ketegangan yang awal bersumber dari rumor perdagangan saat ini sudah bertumbuh jadi kompetisi intens dalam kemampuan teknologi besar semacam intelek ciptaan( AI), semikonduktor, jaringan 5G atau 6G, serta komputasi kuantum. Pertarungan ini bukan cuma mengguncang bentuk ekonomi garis besar, namun pula mengecam kemantapan politik, keamanan digital, serta era depan inovasi teknologi.
Kerangka Balik: Ketegangan yang Mengkristal
Kompetisi teknologi ini mulai membeku semenjak rezim Donald Trump meresmikan pantangan ekspor kepada industri teknologi Cina semacam Huawei pada 2019. Pantangan itu setelah itu dilanjutkan serta diperluas oleh rezim Joe Biden, dengan akumulasi industri Cina lain dalam catatan gelap ekspor AS, tercantum SMIC( produsen semikonduktor) serta DJI( produsen drone). Penguasa AS mendakwa perusahaan- perusahaan ini mempunyai ketergantungan dengan tentara Cina serta kemampuan penyalahgunaan informasi.
Cina merespons dengan memesatkan strategi“ Made in Cina 2025”, yang bermaksud menghasilkan Cina mandiri dalam pengembangan teknologi canggih, dan mendirikan kaitan cadangan semikonduktor dalam negeri. Dalam sebagian tahun terakhir, Cina membagikan ratusan miliyar dolar buat mensupport pabrik penting ini.
Akibat kepada Pabrik Global
1. Disrupsi Kaitan Pasokan Semikonduktor
Salah satu akibat sangat jelas dari perang teknologi ini merupakan terganggunya kaitan pasokan semikonduktor garis besar. Amerika Sindikat menghalangi ekspor perlengkapan litografi canggih dari industri AS serta sekutunya ke Cina, semacam perlengkapan dari ASML( Belanda) serta Applied Materials( AS). Akhirnya, Cina kesusahan memproduksi chip angkatan terkini di dasar 7nm, yang amat berarti buat AI serta fitur mutahir.
Selaku jawaban, Cina mulai menahan ekspor materi anom berarti semacam galium serta germanium, yang amat diperlukan dalam penciptaan chip serta fitur komunikasi. Ketergantungan garis besar kepada kedua negeri ini menimbulkan banyak industri teknologi besar, semacam Apple, Samsung, serta TSMC, mengalami titik berat besar dalam adaptasi penciptaan.
2. Fragmentasi Ekosistem Teknologi
Perang ini pula menimbulkan fragmentasi ekosistem teknologi garis besar. Bumi mulai dibagi jadi 2 gulungan digital: satu yang dipandu AS serta sekutunya( dengan standar keamanan besar, aplikasi AS, serta ekosistem terbuka), serta yang lain dipandu Cina( dengan sistem tertutup serta pendekatan“ internet berkuasa”).
Selaku ilustrasi, sistem pembedahan serta aplikasi digital China—seperti HarmonyOS( pengganti Android), WeChat, serta Baidu—telah bertumbuh cepat di negara- negara kawan kerja Belt and Road Initiative( BRI). Kebalikannya, AS menguatkan aliansi teknologi dengan negara- negara demokratis lewat akad semacam Indo- Pacific Economic Framework( IPEF) serta Chip 4 Alliance bersama Korea Selatan, Jepang, serta Taiwan.
3. Perlambatan Inovasi Global
Kala kegiatan serupa studi global tersendat, paling utama antara universitas serta industri teknologi 2 negeri itu, inovasi garis besar melambat. Banyak harian objektif menghalangi kerja sama antara akademikus Cina serta Amerika. Memindahkan teknologi yang lebih dahulu dikira selaku bagian dari kesejagatan saat ini dicurigai selaku bahaya keamanan.
Sebagian startup teknologi di Eropa serta Asia Tenggara pula hadapi bimbang: memilah kawan kerja pemodalan serta teknologi antara AS serta Cina. Opsi ini bisa memastikan akses pasar, pendanaan, serta kesinambungan bidang usaha mereka.
Akibat Sosial serta Ekonomi di Bermacam Negara
1. Negeri Bertumbuh selaku Area Perebutan
Banyak negeri bertumbuh jadi arena akibat teknologi kedua negeri. Cina menawarkan prasarana digital ekonomis melalui Huawei serta satelit Beidou, sedangkan AS menawarkan kerangka kegiatan etika, kejernihan, serta keamanan informasi.
Negara- negara semacam Indonesia, Nigeria, serta Brasil wajib menyamakan kebutuhan politik serta ekonomi mereka. Sebagian memilah pendekatan adil dengan memperbolehkan kedua pihak muncul, tetapi dengan regulasi kencang buat menjauhi dominasi ataupun kemampuan penyalahgunaan informasi nasional.
2. Bahaya kepada Pribadi serta Hak Digital
Di tengah perang ini, timbul kebingungan kalau standar teknologi yang diadopsi tiap- tiap negeri hendak pengaruhi hak pribadi masyarakat. Sistem pengawasan berplatform AI semacam teknologi identifikasi wajah( facial recognition) serta big informasi dipakai tidak cuma buat keamanan, namun pula buat pengaturan sosial. Informasi dari badan HAM mengatakan melonjaknya aplikasi pengawasan massal, bagus oleh negeri ataupun oleh industri swasta.
3. Kemampuan Luapan Ekonomi
Industri garis besar saat ini wajib menghasilkan bayaran lebih besar buat menduplikasi kaitan cadangan, mencari kawan kerja terkini, serta membuat sarana manufaktur di luar Cina ataupun AS. Strategi“ China+1” ataupun“ friendshoring” profitabel negeri semacam Vietnam serta India, namun tingkatkan kerumitan serta bayaran penciptaan garis besar.
Kenaikan bayaran, pemisahan ekspor, serta pelarangan pemodalan rute batasan pula mengecam kemantapan pasar saham serta perkembangan ekonomi garis besar. Anggaran Moneter Global( IMF) berspekulasi kalau keretakan teknologi ini bisa memotong perkembangan ekonomi garis besar sampai 1, 5% per tahun bila didiamkan berkepanjangan.
Era Depan: Mengarah Bumi Bipolar Digital?
Memandang gaya dikala ini, bumi kelihatannya beranjak mengarah bentuk bipolar digital: satu bumi dengan kekuasaan teknologi Barat, serta satu lagi dengan arsitektur digital Cina. Kedua sistem ini bisa jadi tidak cocok dengan cara teknis ataupun ideologis, tetapi hendak senantiasa berdampingan dalam pertandingan waktu jauh.
Tetapi, terdapat pula kesempatan buat kegiatan serupa. Bahaya garis besar semacam pergantian hawa, endemi, serta keamanan siber menginginkan sinergi antara AS serta Cina. Sebagian pertemuan tingkatan besar, tercantum Forum Ekonomi Bumi serta G20, sudah berupaya membuka rute perbincangan teknologi, tetapi sedang terbatas hasilnya.
Penutup
Perang teknologi antara Cina serta Amerika tidak cuma menampilkan perampasan daulat antara 2 daya bumi, namun pula memastikan arah era depan teknologi garis besar. Bumi wajib bersiap mengalami pergantian besar dalam arsitektur digital, sembari melindungi supaya pertandingan ini tidak berganti jadi peperangan terbuka yang mudarat seluruh pihak.